Jumat, 15 April 2011

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Aktivitas Belajar, Hasil Belajar dan Respon

ABSTRAK

Musri’ah, 2011. “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa Kelas VIII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang Pokok Bahasan Teorema Phytagoras”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing Drs. Abdullah Sani M. Pd.

Kata kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Aktivitas Belajar, Hasil Belajar dan Respon.

Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam mata pelajarn matematika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang memperbaiki proses pembelajaran. Salah satu pembelajaran inovatif yaitu model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Tujuan dari penelitian adalah : (1) Mendeskripsikan aktivitas guru dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thulalab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras, (2) Mendeskripsikan aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras, (3) Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema Pythagoras, (4) Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema eorePythagoras
Sintaks pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase . Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk meneliti, Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok, Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit, Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Setting penelitian adalah MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan subyek penelitian adalah kelas VIII B yang berjumlah 45 siswa (20 siswa putra dan 25 siswa putri).
Simpulan dari penelitian ini adalah : (1) Berdasarkan analisis aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa pada pertemuan pertama aktivitas guru yang sering dilakukan adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. (2) Berdasarkan analisis aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan. (3) Berdasarkan hasil post-tes yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%. (4) Berdasarkan hasil data angket siswa menunjukkan bahwa respon siswa dikatakan positif. Hal ini dikarenakan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Dan siswa mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Salah satu cerminan kualitas pendidikan di sekolah adalah hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa di sekolah tersebut. Dengan demikian hasil belajar siswa pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Salah satunya adalah kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika termasuk dalam kelompok mata pelajaran ini merupakan obyek studi yang membutuhkan pemikiran. Artinya dalam mempelajari matematika diperlukan kemampuan berfikir matematik yaitu kemampuan untuk melaksanakan kegiatan dan proses atau tugas matematik. Karena matematika bersifat abstrak maka perlu suatu cara untuk mengelola proses belajar mengajar sehingga matematika mudah dicerna oleh siswa dengan baik dan lebih berarti serta bermanfaat bagi kehidupan mereka. Hal itu lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, meliputi wajib belajar sembilan tahun, pendidikan menengah, sampai dengan pendidikan tinggi dan dilaksanakan pada suatu lembaga yang disebut sekolah.
Sekolah merupakan sentral pendidikan formal dalam masyarakat yang mempunyai peranan penting untuk mengantarkan masyarakat ke arah kehidupan menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang dicita-citakan. Sekolah sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan, dihadapkan pada tugas pokok untuk meningkatkan kecerdasan dan kualitas manusia sebagai manusia seutuhnya yaitu manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan serta akhlak mulia.
Memperhatikan tujuan pendidikan nasional sesuai UU. No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, sebaiknya penyelenggara pendidikan mampu mempersiapkan, membina, dan membentuk kemampuan peserta didik yang menguasai pengetahuan, sikap, nilai, dan kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupan di masyarakat. Tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai jika didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Hasibuan dan Moedjiono menerangkan bahwa setiap sistem lingkungan atau setiap peristiwa belajar mengajar mempunyai ”profil” unik yang mengakibatkan tercapainya tujuan belajar. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran karena metode pembelajaran adalah cara atau alat yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran menggunakan teknik-teknik tertentu , dengan demikian, kemandirian siswa dalam belajar dapat terlatih dan proses pembelajaran akan berlangsung secara fleksibel sehingga mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral dan ketrampilan siswa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pembelajaran tidak berhenti hanya karena peserta didik telah menemukan jawaban terhadap suatu masalah sehingga akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Maka, pada kesempatan ini penulis hendak meneliti tentang “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) PADA SISWA KELAS VIII MTS RIHLATUT TULLAB TADDAN CAMPLONG SAMPANG POKOK BAHASAN TEOREMA PHYTAGORAS” Semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan.




B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aktivitas guru dalam menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema Pythagoras?
4. Bagaimanakah respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan Pythagoras?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disusun tujuan penlitian sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan aktivitas guru dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thulalab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras
2. Mendeskripsikan aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema Pythagoras
4. Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema eorePythagoras

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa, model pembelajaran yang dikembangkan ini diharapkan akan mampu:
a. Mengembangkan kemampuan berfikir dalam pemecahan masalah.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
c. Belajar dalam suasana yang menyenangkan.
2. Bagi guru:
a. Menambah wawasan guru untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
b. Guru lebih terampil menggunakan metode belajar


3. Bagi peneliti:
a. Memperoleh wawasan tentang pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah
b. Memberi bekal bagi peneliti sebagai calon guru matematika siap melaksanakan tugas dilapangan

E. Definisi operasional
Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap penelitian ini, maka penulis perlu memberikan pengertian dari masing-masing variabel yaitu:
1. Model pembelajaran berbasis masalah
Model pembelajan berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang berorientasi pada masalah
2. Aktivitas guru
Aktivitas guru adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan guru selama pembelajaran berlangsung
3. Aktivitas siswa
Aktivitas siswa adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung
4. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri anak didik sebagai hasil dari aktivitas belajar dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka

5. Teorema phytagoras
Teorema phytagoras merupakan pokok bahasan yang diajarkan dikelas VIII semester satu untuk sekolah yang telah mengunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan
6. Respon siswa
Respon siswa adalah tanggapan siswa dari angket respon yang diberikan setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

F. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan batasan masalah. Batasan masalah ini adalah Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah . Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Dalam model pembelajaran berbasis masalah, guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Pembelajaran berbasis masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berbasis masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akivitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada model pembelajaran berbasis masalah guru berperan pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa dan penentu arah belajar siswa.

2. Ciri-ciri model pembelajaran berbasis masalah
Sistem pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan keada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari sistem pembelajaran berbasis masalah:
a. sistem pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya sistem pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Sistem pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui sistem pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
b. aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Sistem pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
c. pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan mengunaan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas .

3. Tahapan pengajaran berbasis masalah
David Johnson & Johnson mengemukakan ada lima langkah sistem pembelajaran berbasis masalah melalui kegiatan kelompok yaitu:
a) Mendefinisikan masalah atau merumuskan masalah.
b) Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor yang dapat mendukung dan dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
c) Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
d) Menentukan dan menerapkan srategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan

4. Pelaksanaan pelajaran PBL (pembelajaran berbasis masalah)
Melaksanakan pelajaran PBL (pembelajaran berbasis masalah) terdiri dari lima fase. Kelima fase PBL dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru yaitu:.
Tabel. 2.1
Sintaksis untuk PBL
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1:
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Fase 3:
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapat informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4:
Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasi dan proses-proses yang mereka gunakan.



5. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Kelebihan sistem pembelajaran berbasis masalah antara lain:
 Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
 Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
 Pengetahuan tertanam berdasakan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.
 Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaiakn berkaitan dengan kehidupan nyata.
 Proses pembelajaran melalui sistem pembelajaran berbasis masalah dapat membiasakan para siswa untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. Apabila menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari siswa sudah mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya.
 Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru




b. Kelemahan sistem pembelajaran berbasis masalah antara lain:
• Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitanya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, serta pengetahuan dan pemgalaman yang telah dimiliki oleh siswa sangat memerlukan ketrampilan dan kemampuan guru.
• Proses belajar dengan sistem pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup lama.
• Mengubah kebiasaan siswa dari belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa

B. DUKUNGAN TEORITIS DAN EMPIRIS
Pengajaran langsung dapat dukungan teoritik dari psikologi dan behaviorial dan teori belajar sosial. Sistem pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya bukan apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku siswa) tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka). Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Membuat siswa berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pembelajar yang otonom bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini adalah beberapa aliran pemikiran abad kedua puluh yang menjadi landasan pemikiran sistem pembelajaran berbasis masalah.
1. Dewey dan kelas berorientasi pada masalah
Seperti halnya pembelajaran kooperatif, sistem pembelajaran berbasis masalah juga menemukan akar intelektualnya dalam karya John Dewey. Dalam Democracy and Education (1916), Dewey mendeskripsikan suatu pandangan tentang pendidikan. Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan masalah. Ilmu mendidik Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki tentang masalah-masalah inteletual dan sosial. Dewey dan sejawatnya seperti kilpatrick (1918), menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna dan tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang terbaik dapat diwujudkan dengan meminta siswa berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri.


2. Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Dewey memberikan dasar filosofi untuk sistem pembelajaran berbasis masalah, tetapi psikologilah yang yang banyak meemberikan dukungan teoritisnya. Para psikolog eropa seperti Jean Pieget dan lev Vygotsky, mempunyai peran instrumental dalam mengembangkan konsep konstruktivisme yang menjadi sandaran sistem pembelajaran berbasis masalah kontemporer.
Jean pieget, seorang psikolog swiss menghabiskan waktu lebih dari lima puluh tahun untuk mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan proses-proses yang terkait dengan perkembangan intelektual mereka. Menurut pieget, anak balita memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus berusaha memahami dunia disekitarnya. Keingintahuan ini menurut Pieget memotivasi mereka untuk mengkonstruksikan secara aktif gambaran-gambaran dibenak mereka tentang lingkungan yang mereka alami. Ketika umur mereka semakin bertambah dan semakin banyak mendapatkan kemampuan bahasa dan ingatan, gambaran mental mereka tentang dunia menjadi lebih rumit dan abstrak. Akan tetapi, diseluruh tahapan perkembangannya, kebutuhan anak untuk memahami lingkungan memotivasi mereka untuk menyelidiki dan mengkonstruksikan teori-teori yang menjelaskanya.
Pandangan konstruktivistik-kognitif yang menjadi landasan sistem pembelajaran berbasis masalah banyak didasarkan pada pendapat piaget (1954,1963), pandangan ini mengemukakan bahwa siswa dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengkonstruksikan pengetahuanya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka mengkonstruksikan dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Menurut Pieget, pedagogi yang baik itu: harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak dapat bereksperimen, dalam arti yang paling luas- mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya pada waktu yang lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak-anak lainya .
Lev Vygotsky (1896-1934) adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang karyanya kurang diketahui oleh para ahli psikologi dari Amerika dan Eropa karena adanya sensor komunis. Seperti halnya Peaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru, menantang dan saat mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan mengkonstruksikan pengetahuan baru. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang konteks sosial dan budaya, sedangkan Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa .
Salah satu ide kunci yang berasal dari Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. yaitu zona diantara tingkat perkembangan aktual pelajar dan tingkat perkembangan potensialnya.

3. Bruner dan dyscovery learning
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi harvad yang menjadi pelopor dalam era reformasi kurikulum di Amerika pada era 1950-an dan 1960-an. Bruner dan koleganya memberikan dukungan teoritis penting terhadap dyscovery learning, suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi (personal dyscovery). Tujuan pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan berbagai kemungkinan untuk penciptaan dan penemuan siswa.
Sistem pembelajaran berbasis masalah juga juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Brunner mendeskripsikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih. Konsep scaffolding Bruner mirip dengan konsep zone of proximal development Vygotsky .

C. AKTIFITAS BELAJAR
1) Pengertian aktivitas belajar
Menurut W. J. S Purwadarminta, aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Sedangkan menurut Prof. S Nasution MA, aktifitas adalah keaktifan jasmani dan rohani dan keduanya harus dihubungkan.
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah suatu kegiatan jasmani dan rohani yang mengarah pada tujuan yang akan dicapai.
Hilgard dalam bukunya, S. Nasution mengatakan. Belajar adalah proses yang melahirkan atau yang mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dari laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak masuk dalam latihan. Menurut Whiterington, belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sehingga pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Dari dua pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud ativitas belajar adalah suatu proses kegiatan belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan. Menurut James O Wittaker, aktivitas belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman seseorang.

2) Jenis-jenis aktivitas dalam belajar
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar, dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa disekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengrkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat disekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Visual activities, sikap ini ditunjukkan dengan membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, dan percobaan.
b) Oral activities, sikap yang ditunjukkan dengan; menyatakan, merumuskan, bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
c) Listening activities, ditunjukkan dengan sikap mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, dan pidato.
d) Writing activities, ditunjukkan dengan sikap menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
e) Drawing activities, ditunjukkan dengan menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
f) Mental activities, yang ditunjukkan dengan sikap mananggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
g) Emotional activities, yang ditunjukkan dengan sikap menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Klasifikasi sikap atau aktivitas seperti yang diuraikan diatas menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika sikap tersebut tercipta disekolah-sekolah maka akan lebih mendinamiskan suasana pembelajaran, tidak membosankan dan benar-benar menjadi aktivitas belajar yang masksimal dan transformatif kebudayaan.
Sehingga dengan karakteristik tersebut dapat menjadi indikator atau tolak ukur dalam mengukur sikap seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sikap tersebut dapat dituangkan dalam beberapa hal, yaitu: kehadiran siswa di kelas, kelengkapan buku siswa, kesiapan siswa dalam pembelajaran, keaktifan atau rasio siswa dalam bertanya, keberanian dalam menampilkan hasil tugas kepada guru secara kelompok dan individu, menyatakan pendapat, dan menerima kritikan.

3) Nilai aktivitas dalam pengajaran
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena:
a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri
b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral
c. Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa
d. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri
e. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar jadi demokratis
f. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dan guru
g. Pengajaran diselenggarakan secara realitis dan konkrit sehingga mengembangkan pemahaman dan pemikiran kritis serta menghindarkan verbalistis
h. Pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat

D. HASI BELAJAR
1) Pengertian hasil belajar
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Sutratinah Tirtonegoro juga berpendapat bahwa yang dimaksud, hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbol yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh siswa atau anak dalam periode tertentu.
Dari definisi diatas penulis simpulkan bahwa hasil belajar yaitu suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses belajar mengajar atau setelah mengalami interaksi dengan lingkungannya guna memperoleh ilmu pengetahuan dan akan menimbulkan perubahan tingkah laku yng bersifat relatif menetap dan tahan lama.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diklasifikasikan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal (faktor sosial dan non sosial)
Faktor-faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam faktor non social misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat dan gedung, alat-alat buku dan sebagainya. Semua faktor yang termasuk golongan ini perlu dilengkapi dan diatur mengingat situasi dan kondisi tempat. Jika sekolah berlangsung dipagi hari, mestinya tidak ada masalah dengan suhu udara, lain halnya dengan sekolah yang diselenggarakan pada siang, sore atau malam hari. Pada waktu siang hari udara panas yang terkadang membuat siswa tidak kuat atau tidak kerasan dalam ruangan, apalagi dalam kondisi ruangan yang sempit dan dekat dengan sumber keramaian. Hal ini mengakibatkan siswa tidak dapat berkonsetrasi secara penuh.
Sedangkan yang dimaksud faktor sosial adalah faktor manusia, baik manusia secara nyata dalam arti hadir, maupun tidak hadir. Sebagai contoh misalnya foto, televisi, gambar dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal (faktor fisiologi dan psikologis)
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan fisik dan kesehatan siswa. Faktor ini mempunyai kedudukan yang penting juga. Bagaimana siswa akan dapat belajar dengan baik apabila keadaan badan dan kesehatannya terganggu, misalnya anggota badanya cacat, sakitsakitan. Oleh karena itu, dalam hal ini yang perlu diingat adalah bagaimana agar siswa tetap dalam keadaan sehat.
Adapun faktor psikologis adalah yang berhubungan dengan kejiwaan peserta didik. Yang termasuk dalam faktor ini adalah kecerdasan, perhatian, bakat, minat, emosi dan motivasi. Motivasi sangatlah berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri anak didik sebagai hasil dari aktivitas belajar dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain : faktor sosial dan non sosial, sedangkan faktor eksternal antara lain : faktor fisiologi dan psikologis.

3) Jenis-jenis hasil belajar
Dalam tujuan pendidikan yang ingin dicapai dikatagorikan dalam tiga bidang yaitu; kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan karena sebagai tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain tujuan pengajaran diharapkan dapat dikuasai oleh siswa dalam mencapai ketiga aspek tersebut. Dan ketiga aspek tersebut adalah pokok dari jenis hasil belajar menurut Taksonomi Bloom dklasifikasikan dalam tiga domain:
a) Jenis hasil belajar pada bidang kognitif
Hasil belajar pada bidang kognitif dibagi menjadi ennam jenis yaitu:
 Mengetahui
Yaitu kemampuan untuk mengenal atau mengingat kembali sesuatu objek, ide prosedur, prinsip atau teori yang sudah dipelajari.
 Memahami
Yaitu kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep.


 Menerapkan
Yaitu kemampuan menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru (konkrit)
 Menganalisisa
Yaitu kemampuan untuk menguraikan suatu bahan kedalam unsur-unsurnya agar supaya struktur organisasinya dapat dimengerti
 Mensimtesis
Yaitu untuk mengumpulkan suatu bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru
 Mengevaluasi
Yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan (menentukan nilai) sesuatu yang yang dipelajari uantuk tujuan tertentu
b) Jenis hasil belajar pada bidang afektif
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar yaitu:
 Menerina (receiving)
Yaitu suatu keadaan sadar, kemauan untuk memperhatikan
 Menanggapi (responding)
Yaitu suatu terbuka kearah kemauan untuk merespon simulasi yang datang dari luar
 Menilai (valuing)
Yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai
 Mengorganisasi (organization)
Yaitu untuk mengembangkan nilai satu sistem organisasi, menyatukan nilai-nilai yang berbeda
 Berpribadi (charactarization)
Yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai yang dimiliki berpengaruh pada tingkah lakunya
c) Jenis hasil belajar pada bidang psikomotorik
Ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan yang bersifai fa’aliah dan konkrit. Walau demikian hal itupun tidak terlepas dari kegiatan belajar yang bersifat mental (pengetahuan dari sikap) hasilbelajar ranah ini merupakan tingkah laku nyata dan dapat diamati. Tujuan mengenai psikomotorik yang dikembangkan oleh Simpson (1966-1967)sebagai berikutL:
 Persepsi
Adalah penggunaan lima panca indra untuk memperoleh kesdaran dalam menerjemahkan menjadi tindakan
 Kesiapan
Adalah keadaan siap untuk merespon secara mental, fisik dan emosional
 Respon terbimbing
Adalah mengembangkan kemampuan dalam aktivitas mencatat dan membuat laporan

 Mekanisme
Adalah respon fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasan
 Respon yang unik
Adalah tindakan motorik yang rumit dipertumjukkan dengan terampil dan efisien
 Adaptasi
Adalah mengubah respon dalam situasi yang baru
 Organisasi
Adalah menciptakan tindakan-tindakan baru
Dari uraian diatas Untuk dapat tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu diadakan usaha atau tindakan penilaian. Penilaian pada dasarnya merupakan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar. Berdasarkan pelaksanaannya, penilaian memiliki tiga jenis yaitu: Jenis hasil belajar pada bidang kognitif, afektif dan psikomotor.
Alat pengumpul data dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: ”Tes dan Non Tes”. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Yang termasuk tes misalnya tes kepribadian, bakat, minat, intelegasi, dan sebagainnya. Sebagaimana non tes misalnya angket, interview, observasi, dokumentasi dan lain-lain.
Dalam penelitian ini alat penilaian data yang digunakan adalah tes, yaitu tes uraian. Tes uraian ini yang sesuai dengan ketentuan dengan hasil belajar yang diterapkan di sekolah tempat penelitian berlangsung.













E. POKOK BAHASAN YANG TERKAIT DENGAN PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Luas Persegi dan Luas Segitiga Siku-siku
a. Luas Persegi
D C


A a B
Gambar diatas adalah persegi ABCD sisi AB = sisi BC = sisi CD = sisi AD, jika panjang sisi persegi AB = a, maka luas persegi adalah
a x a = a2

b. Luas Segitiga Siku-siku
Perhatikan segitiga dibawah ini.
Luas segitiga = alas x tinggi
C tinggi segitiga ABC adalah CD, dan alasnya adalah
AB


A D B
Luas segitiga ABC diatas adalah
x AB x CD

Gambar dibawah adalah segitiga siku-siku dengan siku-siku di P, sisi tegaknya adalah PR yang merupakan tinggi segitiga PQR dan PQ adalah alasnya, maka luas segitiga PQR adalah
R
x PQ x PR

P Q

2. Teorema pythagoras
Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku:
Kuadrat sisi miring (hipotenusa) pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi siku-sikunya
Perhatikan gambar dibawah ini:
B (AB)2 = (BC)2 + (CA)2
a c c2 = a2 + b2
a2 = c2 – b2
C b A b2 = c2 – a2
Jadi, untuk segitiga siku-siku di C brlaku: c2 = a2 + b2

3. Menggunakan Dalil Pythagoras pada Bangun Datar
Teorema Pythagoras dapat dipergunakan untuk menghitung panjang garis tertentu pada bangun datar. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan bantuan teorema Pythagoras.
Contoh soal:
Sebuah persegi panjang berukuran panjang 16 cm dan lebar 12 cm. Hitunglah panjang salah satu diagonalnya!
Diketahui: persegi panjang berukuran panjang 16 cm dan lebar 12 cm
Ditanya: panjang salah satu diagonalnya
Jawab: Misal panjang diagonalnya x cm, maka:
x2 = 162 + 122
x2 = 256 + 144
= 400 12
x = =20 16
Jadi, panjang salah satu diagonalnya = 20 cm.

4. Tiga bilangan yang merupakan Tripel Pythagoras.
Tripel Pythagoras adalah pasangan tiga bilangan asli yang mewakili ukuran panjang sisi miring (hipotenusa) dan sisi-sisi yang mengapait sudut siku-siku. Ukuran sisi segitiga siku-siku sering dinyatakan dalam 3 bilangan asli yang disebut Tigaan Pythagoras (Tripel Pythagoras).
Tiga bilangan a, b, dan c dikatakan merupakan tripel Pythagoras jika ketiga bilangan ini memenuhi
a2 = b2 + c2 atau b2 = a2 + c2 atau c2 = a2 + b2

Contoh soal:
Periksalah apakah tiga bilangan berikut merupakan tripel Pythagoras. 6, 8, 10
Jawab.
6, 8, 10
102 = 62 + 82
100 = 36 + 64
100 = 100 (pernyataan yang bernilai benar)
Dengan demikian, bilangan-bilangan 6, 8 dan 10 memenuhi hubungan 102 = 62 + 82 , maka bilangan-bilangan itu adalah tripel Pythagoras.





5. Menentukan Jenis Segitiga jika Diketahui panjang Sisi-sisinya
Seperti yang kalian ketahui bahwa hubungan c2 = a2 + b2 berlaku untuk segitiga siku-siku. Misalkan diketahui segitiga ABC dengan panjang sisi terpanjang adalah a, panjang sisi yang lainnya b dan c.
Jika a2 = b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga siku-siku.
Jika a2 < b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga lancip. Jika a2 > b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga tumpul.
Contoh soal:
Tunjukkan bahwa segitiga yang berukuran 4 cm, 3 cm, 5 cm adalah siku-siku!
Diketahui: segitiga yang berukuran 4 cm, 3 cm, 5 cm
Ditanya: jenis segitiga
Jawab:
Misal sisi terpanjang adalah a, maka b = 4 dan c = 3
a2 = 52 = 25
b2 + c2 = 42 + 32
= 16 +9
= 25
Karena a2 = b2 + c2, maka segitiga itu siku-siku

BAB III
METODE PENELITIAN

B. JENIS PENELITIAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan. Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Ditinjau dari sudut metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif juga disebut penelitian pra-eksperimen, karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi dan penggambaran dengan tujuan untuk menerangkan dan memprediksi suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.

C. TEMPAT PENELITIAN
Tempat penelitian ini adalah di MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.



D. POPULASI DAN SAMPEL
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang yang berjumlah 45 siswa dengan komposisi 20 siswa putra dan 25 siswa putri. Sedangkaan populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.

E. VARIABEL PENELITIAN
Klasifikasi variabel dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat:
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dan respon siswa.


F. DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:


X = Perlakuan yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan sistem pembelajaran berbasis masalah.
O = Hasil observasi setelah dilakukan perlakuan, yaitu hasil belajar siswa dan respon siswa setelah diberi perlakuan

G. INSTRUMENT PENELITIAN
Dalam penelitian ini data-data penelitian akan diambil dengan menggunakan instrumen penelitian. Adapun instrumen penelitian pada penelitian ini antara lain:
1) Tes tertulis
Instrumen penelitian ini berupa tes tulis yang disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai hasil belajar siswa.
2) Lembar observasi aktivitas guru
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai aktivitas guru selama proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berlangsung, serta untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan langkah-langkah model pembelajran berbasis masalah yang telah dirancang sebelumnya dalam RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
3) Lembar observasi aktivitas siswa
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai aktivitas siswa selama proses model pembelajaran berbasis masalah berlangsung
4) Lembar angket respon siswa
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah

H. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Tes hasil belajar
Teknik pengumpulan data dengan tes ini dilaksanakan untuk mengetahui ketercapain hasil belajar siswa. Tes disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tes ini dilaksanakan setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah.


2. Observasi.
Observasi adalah instrumen lain yamg sering dijumpai dalam penelitian pendidikan. Dalam penelitian kuantitati, instrumen observasi sering digunakan sebagai alat pelengkap instrument lain termasuk kuesioner dan wawancara. Dalam observasi lebih banyak menggunakan salah satu dari panca indra yaitu indra penglihatan.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatuproses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah perose-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama model pembelajaran berbasis masalah berlangsung. Adapun lembar observasi yang digunakan ialah:
a. Lembar observasi aktivitas guru
Lembar observasi ini disusun untuk mengamati aktivitas guru, seperti menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, membimbing siswa dan sebagainya. Disamping itu instrumen ini berguna untuk mengetahui apakah model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan guru benar-benar sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dalam RPP
b. Lembar observasi aktivitas siswa
Lembar observasi ini disusun untuk mengamati aktivitas siswa, seperti bertanya, mengemukakan pendapat dan sebagainya
3. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Teknik pengumpulan data dengan angket ini dilaksanakan dengan memberikan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah





I. METODE ANALISIS DATA.
Analisis data pada penelitian ini ada dua bentuk, yaitu:
1. Analisis kuantitatif
Pada penelitian ini analisis kuantitatif akan dilakukan pada data-data kuantitatif sebagai berikut:
a. Analisis hasil tes tulis
Untuk mengetahui hasil belajar siswa, data yang didapat dari tes tulis berupa post-tes, akan dianalisis untuk mengetahui berapa prosen hasil belajar siswa individu dan kelas yang telah diperoleh setelah pembelajara.
Berdasarkan kurikuum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini dipergunakan, setiap sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) permata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan intake siswa, kompleksitas, dan daya dukung.
Setelah mempertimbangkan tiga hal tersebut, KKM mata pelajaran matematika yang ditetapkan di MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang adalah 65, dengan demikian dalam penelitian ini siswa dikatakan tuntas secara individu jika telah mencapai skor tes 65. Sedangkan persentase ketuntasan siswa secara klasikal dapat dihitung dengan rumus.
persentase ketuntasan klasikal =
siswa dikatakan tuntas secara klasikal jika diperoleh persentase ketuntasan siswa secara klasikal sebesar ≥ 80%
b. Analisis angket respon siswa
Data respon siswa dari angket dianalisis dengan cara menghitung tiap jumlah butir soal dalam prosentase dengan perhitungan.
Prosentase respon siswa = × 100%
Keterangan:
Ʃ = jumlah frekuensi jawaban tiap aspek
Ʃf = jumlah frekuensi responden



2. Analisis kualitatif
Pada penelitian ini analisis kualitatif yang datanya diambil melalui metode observasi. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas guru dan siswa selama diterapkan model pembelajaran berbasis masalah, data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dengan cara data yang diperoleh dari pengamatan akan diambil kesimpulan sesuai dengan kategori aktivitas guru dan siswasebagai berikut:
a) Selalu : bila aspek yang diamati muncul > 3 kali
b) Sering : bila aspekyang diamati muncul 2 – 3 kali dan periodik
c) Jarang : bila aspek yang diamati muncul 1 – 2 kali tapi tidak periodik
d) Tidak pernah :. bila aspek yang diamati tidak muncul sama sekali

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini dibuat berdasarkan data yang telah diperoleh dari kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan di kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.
Selama pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru serta aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat yaitu guru bidang studi matematika kelas IX MTs Rihlatut Thullab Taddan dan pengamat dari mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi data hasil aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), data hasil aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dan data hasil belajar siswa yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), serta respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning).


A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel. 4.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tanggal Alokasi Waktu Kegiatan Materi
Senin
6-12-2010 07.00 – 08.20
Pertemuan I Teorema Pythagoras
Menghitung Panjang Sisi Segitiga Siku-siku.
Menggunakan Teorima Pythagoras pada Bangun Datar
Kamis
9-12-2010 10.00 - 11.20 Pertemuan II Tiga bilangan yang merupakan Tripel Pythagoras
Menentukan jenis segitiga jika diketahui panjang sisi-sisinya
Kamis
9-12-2010 13.00 - 14.20 Post-tes dan Pengisian Angket Respon Siswa Pemberian Post-tes dan angket respon siswa


2. Pelaksanaan Post-Tes sebagai Tes Hasil Belajar
Setelah dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pokok bahasan Teorema Pythagoras. Peneliti mengadakan Post-tes sebagai tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah.
Adapun post-tes ini dilakukan sebagai penilaian hasil belajar siswa, post-tes dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2010 , post-tes dilaksanakan pada tambahan jam sejak pukul 13.00, hingga pukul 14.20, post-tes dilaksanakan didalam kelas dan di awasi oleh guru mata pelajaran matematika.

B. Analisis Data
1. Aktivitas Guru
Data mengenai aktivitas guru diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru yang telah dicatat oleh seorang pengamat aktivitas guru. Data hasil lembar observasi aktivitas guru tersebut di peroleh rincian sebagai berikut:


Tabel. 4.2
Aktivitas Guru dalam Melaksanakan Model Pemelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Kegiatan yang Diamati Frekuensi Kategori
Pertemuan I Pertemuan II
1 Menyampaikan infomasi 6 5 Selalu
2 Mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah 2 3 Sering
3 Mendorong siswa untuk berdiskusi 2 3 Sering
4 Membuat kelompok 1 1 Jarang
5 Memberi masalah 1 2 Jarang
6 Mendengarkan penjelasan siswa 4 4 Selalu
7 Memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan 2 3 Sering
8 Memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa 3 1 Sering/ Jarang
9 Memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan 2 3 Sering
10 Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan 2 1 Jarang

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pertenuan pertama guru selalu menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa. Dan hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah,. dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
Pada pertemuan kedua guru juga selalu menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa. Dan hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

2. Aktivitas Siswa
Data mengenai aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang telah dicatat oleh seorang pengamat aktivitas siswa. Data hasil lembar observasi aktivitas siswa tersebut di peroleh rincian sebagai berikut:
Tabel. 4.3
Aktivitas Siswa dalam Melaksanakan Model Pemelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Kegiatan yang Diamati Frekuensi Pertemuan I Frekuensi Pertemuan II Kategori
Siswa Siswa
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 7 8 8 7 6 8 5 7 6 7 Selalu
2 Menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa 5 6 6 5 5 4 7 7 6 5 Selalu
3 Menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah 2 3 3 2 3 3 1 3 2 2 Sering/ Jarang
4 Melakukan diskusi 3 3 3 4 3 2 3 4 4 3 Sering
5 Memberi pertanyaan kepada teman atau guru 1 2 2 2 2 1 3 3 3 3 Jarang/ Sering
6 Menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru 2 1 2 3 1 4 1 3 4 2 Jarang/ Sering
7 Menarik kesimpulan 2 0 1 0 1 2 1 1 1 2 Tidak pernah/ jarang

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pertenuan pertama kegiatan yang selalu dilakukan siswa antara lain adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Hal yang sering dilakuka oleh siswa pada proses pembelajaran berlangsung, yaitu: menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan melakukan diskusi. Dan yang jarang dilakukan siswa adalah memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan menyampaikan pendapat/ ide kepada teman atau guru. Sedangkan hal yang tidak pernah dilakkan siswa, yaitu: menarik kesimpulan.
Pada pertemuan kedua kegiatan yang selalu dilakukan siswa adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Hal yang sering dilakuka oleh siswa adalah melakukan diskusi, memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan memberi pertanyaan kepada teman atau guru. Sedangkan hal yang jarang dilakukan siswa adalah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan.
3. Hasil Belajar Siswa
Setiap aktivitas pembelajaran disekolah, pada akhirnya akan sampai pada aktivitas mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dengan melalui sebuah tes. Tes tersebut disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yang telah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Data mengenai hasil belajar siswa diperoleh dari hasil Post-Tes yang diikuti oleh 45 siswa dan hasil tes tersebut dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa.
Ketuntasan belajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang dicapai siswa terhadap sub materi pokok pembahasan Teorema Pythagoras. Ketuntasan belajar dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan kebijakan sekolah, yang menyatakan bahwa siswa dinyatakan berhasil (tuntas) dalam belajar apabila mencapai nilai ≥ 65, sedangkan siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal apabila terdapat minimal 80% siswa yang tuntas dalam belajar.
Tabel. 4.4
Ketuntasan Belajar Siswa pada Post-Tes
No Absen Skor Ketuntasan No Absen Skor Ketuntasan
1 70 T 24 85 T
2 80 T 25 65 T
3 50 TT 26 55 TT
4 100 T 27 75 T
5 75 T 28 78 T
6 97 T 29 75 T
7 85 T 30 72 T
8 100 T 31 67 T
9 100 T 32 80 T
10 100 T 33 75 T
11 85 T 34 80 T
12 85 T 35 63 TT
13 100 T 36 80 T
14 72 T 37 80 T
15 82 T 38 80 T
16 100 T 39 70 T
17 93 T 40 63 TT
18 75 T 41 50 TT
19 85 T 42 67 T
20 100 T 43 85 T
21 35 TT 44 70 T
22 65 T 45 65 T
23 80 T

Keterangan: T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
KKM = 65
Deskripsi Hasil Belajar Siswa Disajikan dalam Tabel Berikut:
Tabel. 4.5
Deskripsi Hasil Belajar Siswa pada Post-Tes
Keterangan Jumlah Jumlah
Jumlah siswa
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang tidak tuntas
Prosentase siswa yang tuntas
Prosentase siswa yang tidak tuntas 45
39
6
86,67%
13,33%

Dari tabel ketuntasan belajar siswa pada Post-Tes diatas, terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes diatas, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%.

4. Respon Siswa
Angket respon siswa diberikan pada hari kamis tanggal 9 Desember 2010 dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Data dari angket digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) ini. Dari data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dengan katagori sebagai berikut:
 Jika siswa yang memberikan respon setuju/ ya lebih besar dari pada siswa yang memberikan respon (menjawab) tidak, maka dapat dikategorikan siswa memberikan respon positif dan mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.
 Jika sebaliknya jumlah siswa yang memberikan respon setuju/ ya lebih kecil dari pada siswa yang menjawab tidak, maka dapat dikategorikan siswa memberikan respon negatif.



Data hasil jawaban yang termuat dalam angket respon siswa diperoleh rincian sebagai berikut:
Tabel. 4.6
Hasil Angket Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Pertanyaan Kategori Jawaban
Ya Tidak
1 Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan hal baru bagi anda? 100% - Positif
2 Apakah anda senang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah? 84,4% 15,6% Positif
3 Apakah materi teorema pythagoras yang disampaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah mudah dipahami? 91,1% 8.9% Positif
4 Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif? 46,7% 53,3% Negatif
5 Apakah suasana saat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah menyenangkan? 55,6% 44,4% Positif
6 Apakah anda berminat mengikuti pembelajaran matematikan dengan model pembelajara berbasis masalah lagi? 68,9% 31,1% Positif
7 Apakah anda setuju jika pembelajaran matematika selanjutnya menggunakan model pembelajara berbasis masalah? 91,1% 8.9% Positif
8 Apakah anda setuju jika model pembelajaran berbasis masalah digunakan dalam mata pelajaran lain? 62,2% 37,8% Positif

Dari tabel diatas diperoleh tujuh butir pertanyaan yang respon siswa positif, dan hanya satu butir pertanyaan dengan respon negatif. Respon siswa yang positif mengenai: Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan hal baru bagi anda, Apakah anda senang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah, Apakah materi teorema pythagoras yang disampaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah mudah dipahami, Apakah suasana saat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah menyenangkan, Apakah anda berminat mengikuti pembelajaran matematikan dengan model pembelajara berbasis masalah lagi, Apakah anda setuju jika pembelajaran matematika selanjutnya menggunakan model pembelajara berbasis masalah, dan terakhir Apakah anda setuju jika model pembelajaran berbasis masalah digunakan dalam mata pelajaran lain. Sedangkan respon yang negatif hanya satu poin saja, yaitu pada poin empat mengenai: Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif.

BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Aktivitas Guru
a. Pertemuan I
Dari Tabel. 4.2 tentang aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Aktivitas membuat kelompok, dan memberi masalah hanya dilakukan satu kali pada pertemuan pertama ini
Aktivitas yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan sering dilakukan guru karena guru ingin membuat siswa mamdiri/ bisa menemukan jawaban sendiri dari masalah yang diberikan guru.
Aktivitas menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa merupakan hal yang selalu dilakukan guru. Mendengarkan penjelasan siswa selalu dilakukan karena guru ingin mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran.
b. Pertemuan II
Dari Tabel. 4.2 tentang aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang selalu dilakukan adalah menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa untuk mengetahui seberapa besar siswa bisa menangkap materi pelajaran yang disampaikan.
Hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan sering dilakukan agar siswa terarah dalam menyelesaikan masalah, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam menyampaikan ide/ pendapatnya.
Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dan memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, hanya dilakukan satu kali pada pertemuan pertama ini karena waktunya pada akhir, gurunya sudah terlihat capek.
c. Perbandingan antara Pertemuan I dan Pertemuan II
Pada pertemuan pertama aktivitas yang sering dilakukan guru adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan.

2. Aktivitas Siswa
a) Pertemuan I
Dari tabel 4.3 tentang aktivitas siwa dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), terlihat bahwa pada prtemuan pertama yang selalu dilakukan siswa antara lain: mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Siswa harus mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa agar siswa mudah dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru.
Kegiatan yang sering dilakukan siswa adalah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan melakukan diskusi. Dan yang jarang dilakukan siswa adalah memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan menyampaikan pendapat/ ide kepada teman atau guru karena siswa masih belum ada keberanian untuk menyampaikan pendapatnya. Sedangkan hal yang tidak pernah dilakkan siswa, yaitu: menarik kesimpulan.
b) Pertemuan II
Dari tabel 4.3 tentang aktivitas siwa dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bawa kegiatan yang selalu dilakukan siswa adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran.
Kegiatan yang sering dilakuka oleh siswa adalah melakukan diskusi, memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan memberi pertanyaan kepada teman atau guru. Sedangkan kegiatan yang jarang dilakukan pada pertemuan kedua ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan. menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan jarang dilakukan sebab siswa sudah ada keberanian untuk menyampaikan pendapatnya.

c) Perbandingan antara Pertemuan I dan Pertemuan II
Pada pertemuan pertama siswa aktivitas menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan.

3. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa dianalisi berdasarkan data hasil post-tes. Dari hasil analisis post-tes, diperoleh dari tabel 4.4 mengenai ketuntasan belajar siswa pada Post-Tes. Terlihat bahwa dari 45 siswa yang mengikuti post-tes, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas.
Sedangkan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes. Dapat disimpulkan bahwa Prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%. Sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%.


4. Respon Siswa
Dari tabel 4.6 mengenai hasil angket respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Dapat dilihat bahwa respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Untuk katagori negatif hanya berjumlah satu butir pertanyaan saja. Maka dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah positif dan mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini.

B. Diskusi Hasil Penelitian
Metode digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan pesan atau materi pelajaran kepada siswa. Metode mengajar yang tidak tepat akan menjadi penghalangi kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia. Oleh karena metode yang diterapkan guru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Semakin baik pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai semakin efektif. Hal ini menunjukkan guru atau pendidik dapat memilih metode yang tepat yang sesuai dengan tujuan pelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu metode yang tepat dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan dalam hal ini adalah pelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras.
Berdasarkan hasil penelitian aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada pokok bahasan teorema Pythagoras, dapat dikatakan efektif. Karena proses pembelajarannya berjalan dengan baik ditandai dengan terlaksananya setiap tahap atau langkah pada pembelajaran yang disesuaikan dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil analisis post-tes sangat membanggakan, dikarenakan berdasarkan prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal melebihi kebijakan dari sekolah yang menetapkan siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar apabila mencapai ≥ 65. Sedangkan secara klasikal apabila terdapat minimal 80% siswa yang tuntas dalam belajar.
Dari data angket yang telah dianalisis bahwa respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dikatakan positif, sebab untuk katagori respon positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Untuk katagori negatif hanya berjumlah satu butir pertanyaan saja, yaitu Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif, yang menjawab setuju/ ya hanya 46,7%.


BAB VI
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada siswa kelas VII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa pada pertemuan pertama aktivitas guru yang sering dilakukan adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan.
2. Berdasarkan analisis aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan.
3. Berdasarkan hasil post-tes yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%.
4. Berdasarkan hasil data angket siswa menunjukkan bahwa respon siswa dikatakan positif. Hal ini dikarenakan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Dan siswa mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.







B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada siswa kelas VII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras, penulis dapat menyarankan:
1. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini bisa digunakan sebagai alternatif lain di dalam menyampaikan pokok bahasan teorema phytagoras.
2. Subyek penelitian terbatas pada siswa kelas VIII, sehingga untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih representatif maka lebih baik dilakukan penelitian pada sekolah lain yang lebih baik dari segi kualitasdan mutu sekolah.
3. Bagi guru yang akan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini sebaiknya memperhatikan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Guru juga hendaknya benar-benar mempersiapkan waktu dengan baik, menguasai materi, bisa mengelola kelas dengan baik, dan mampu bertindak cepat untuk bisa menyiasati kondisi di luar kegiatan yang sudah direncanakan.



DAFTAR PUSTAKA



Arends, Ricard I. 2008. Learning To Teach “Belajar Untuk Mengajar” edisi 7. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto DR. Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,
Arifin, Zaenal. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Filosofi Teori & Aplikasi. Surabaya : Lentera Cendikia
Dimyati dan Mudjiono 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta,
Ibrahim, Muslimin dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA.
Irianto, Bambang dan Rahmat Kamil. 2005. Matematika 2 untuk SMP / MTs kelas VIII, Bandung: Acarya Media Utama.
Hasbullah 1997. dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo persada,
Hasibuan, J.J dan Moedjiono2006. proses belajar mengajar, Bandung: PT remaja rosada karya Offset.
Mansur Muslich, 2008. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar pemahaman dan pengembangan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
Mustaji, dan Sugiarso. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik Penerapan Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya.
Nana Sudjana 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 1991. Didaktik Asas-asas mengajar, Bandung: Jeammars.
Oemar Hamalik, 2001. kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara,
Oemar Hamalik, 2006. Proses Belajar mengajar, Bandung : Bumi Aksara,
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta : Kencana.
Sardiman, A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sardiman, A.M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Soedijarto, 1997. Menuju Pendidikan Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta : Balai Pustaka.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta
Tatag Yuli Eko Siswono dan Sutinah, 2005. Insrtumen Dan Perangkat Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya,
Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi Dan Pengukuran: Analisis Di Bidang Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Whiterington, 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta.
Wittaker, O James.1987. Terjemah Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Renika Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar